“Masih kecil, jadi gak boleh ngerokok!” sebagian dari kita mungkin menegur serupa itu jika melihat dan mendapati seorang anak kecil merokok. “Eh…lihat deh, tuh anak, masih kecil dah ngerokok” sebagian yang lain mungkin ada yang serupa itu. Tidak menegur, tetapi hanya melihat atau memperhatikan dengan heran. Namun ada pula sebagian dari kita yang di satu sisi melarang, namun di sisi yang lain secara tidak sadar sudah sedang mengajari anak kecil perihal merokok “Dek, tolong beli rokok buat kakak ya, tapi ingat kamu gak boleh merokok”.
“Ingat, kamu masih SMA, masih sekolah jadi belum pantas merokok” kata orang tua kepada anak-anaknya. “Di sini sekolah, saya tidak melihat satu orang pun yang berani merokok di sini, kalau di luar jam sekolah silahkan” sebagian guru sekolah kadang melakukan pemakluman-pemakluman serupa itu. Namun, ada juga yang dengan tanpa ragu merekomendasikan demikian: “Oh kamu boleh merokok, tidak apa-apa, biar masih sekolah, kamu sudah tampak dewasa. Tuh…sudah ada kumisnya”.
“Gue paling gak suka ama cowok yang merokok!” kata seorang cewek yang kebetulan masasiswi kepada cowoknya yang juga kebetulan mahasiswa. “Eh, jangan salah loh, cowok yang ngerokok itu macho lagi!” puji mahasiswi yang lain ketika sudah sedang nge-gosip bersama kawan-kawannya tentang kriteria cowok macho. Namun ada juga yang begini: “Mending kuliah dulu dech sampai kelar, baru lu ngerasain gimana nikmatnya hidup!”. Ada yang lebih parah “Busyet deh, kepala gue nyut-nyut, gak bisa bikin skripsi ne kalau gak ngerokok”
“Inalilahi wainailaihi rojiun, semoga asap-nya diterima di sisi Allah”
“Mending nabung tuh uang, beli rumah, ngelamar istri, jangan foya-foya” tegur kawan yang kebetulan tidak merokok. Maklum, sudah kerja. Dalam dunia kerja, salah satu tipe rekan kerja yang baik katanya seperti itu. Tapi tidak jarang pula, kawan yang tidak merokok melakukan pembiaran-pembiaran tanpa sadar lantaran demi menjaga tali persahabatan “Ya, gue bawa lu rokok entar, tenang aja. Teman yang baik selalu tau keutuhan temannya!”. Tentang rokok dan merokok sudah dilihat sebagai kebutuhan, bukan lagi kesenangan. “Gue butuh banget ne uang, pinjamin gue barang seratus ribu ya!” hmmm…jika mau jujur diantara seratus ribu itu pasti akan digunakan sebagian untuk membeli rokok.
“Pa, jangan ngerokok ah. Sudah sejak semalam batuk-batuk melulu. Papa sih bandel!” Istri yang baik. Menegur tapi pada saat yang bersamaan melepas senyum. Walau batuk-batuk, si papa pasti tersenyum pula. “Bibir papa koq bau asap, papa ngerokok lagi ya, kemarin kan dokter dah larang. Ah, papa, gimana sih” Ini lebih elok. Romantis-romantis gimana gitu. “Papa…mama gak mau ngelihat lagi papa merokok. Bukan ngajarin anak yang benar, malah merokok. Seperti gak tau aja merokok kan merugikan kesehatan” kata istri. Mencoba untuk bersikap tegas, dengan nada sedikit lebih galak.
“Pa, gimana sih rasanya ngerokok” tanya bocah kepada ayahnya. “Gak boleh tahu. Ini rahasia” Bocah kecil, masih bau kencur, masih ingusan, masih netek, masih ngompol, jalan masih digendong, makan masih disuapin, tetapi ingin tahunya besar tidak kepalang tanggung itu pasti akan cari tahu apa rahasianya. “Dede, gak boleh” tegur mama si bocah. Tetapi tidak mengatakan apa-apa setelah itu. Justru sebaliknya membiarkan si bocah tetap duduk di samping sang ayah yang sudah sedang asyik merokok. Si Bocah melotot. Penasaran.
“Inalilahi wainailaihi rojiun” segenap anggota keluarga, sahabat dan handai taulan terperanjat. “Kenapa?”. “Anak tetangga gue meninggal ditabrak pas pergi beli rokok!” kisah satu kisah. “Anak tetangga gue yang masih SMA meninggal gara-gara dipukulin ayahnya karena kedapatan merokok” kisah yang lain. “Teman kampus gue meninggal karena penyakit paru-paru” selanutnya dalam pengalaman yang lain “papa meninggal karena jantung”. Dan terakhir “Kakek meninggal karena TBC”
Lalu…lu nanya kapan boleh merokok? Merokok bukan pengalaman biologis serupa datang bulan atau mimpi basah. Bukan pula tunggu ketika tamat sekolah atau kuliah, kerja atau sudah menikah. Tentang rokok dan merokok jangan diberi waktu apalagi ruang ‘smooking area’. Singkatnya, jangan melakukan pembiaran-pembiaran yang tidak sehat, baik dalam tutur kata dan juga sikap, terhadap segala bentuk kehidupan yang jelas-jelas tidak sehat.
Tapi, entahlah…catatan ini hanya sebuah peringatan kecil yang mungkin tidak penting. Seperti asap yang lepas lalu, serupa itulah berbagai bentuk dan tindakan pelarangan terhadap kebiasaan dan tindakan yang disebut merokok. Dilarang melarang, katamu. Ya sudahlah…“Inalilahi wainailaihi rojiun, semoga asap-nya diterima di sisi Allah”.