Mesin
propaganda Korea Utara mulai bekerja, demi menghimpun dukungan untuk
"sang putra mahkota", Kim Jong-un. Media massa plat merah menyebut putra
bungsu mendiang Kim Jong-il itu sebagai "outstanding leader" alias "pemimpin luar biasa".
Tak
banyak yang diketahui dari sosok pemuda 28 tahun yang tak banyak bicara
itu. Namun, kisahnya saat menuntut ilmu di Swiss, mungkin bisa
menggambarkan watak calon pemimpin tertinggi Korea Utara itu. Pengalaman
di dunia barat, yang menimbulkan harapan, negeri komuis itu bakal lebih
terbuka. Atau mungkin tak ada pengaruhnya sama sekali.
Ssaat
berusia 15 tahun, ayahnya menyekolahkan Kim Jong-un di sekolah mahal,
International School Of Berne yang biaya pertahunnya saat ini mencapai
16.000 poundsterling atau sekitar Rp227 juta pertahun. Namun, untuk
menghemat uang, ia dipindahkan ke sekolah negeri di dekat sekolah itu.
Mengenakan
sepatu Nike, kaos Chicago Bulls, dan jeans, ia dikenalkan di muka kelas
6A Liebefeld-Steinholzi School, di dekat Berne. "Anak-anak, ini Un Pak.
Datang dari Korea Utara, dia anak seorang diplomat."
Kim
Jong-un duduk di kursi kosong di sebelah putra diplomat Portugis, Joao
Micaelo. Pasangan itu lantas jadi sobat. "Kami bukan anak terbodoh di
kelas, juga bukan di kelompok siswa pintar. Kami selalu ada di lapisan
kedua," kata Joao, yang kini bekerja sebagai chef.
Kala itu, Joao menambahkan, Un Pak berusaha untuk mengepresikan dirinya, namun terhalang bahasa Jermannya yang buruk. "Ia meninggalkan sekolah tanpa lulus ujian. Ia lebih tertarik pada sepakbola dan basket, ketimbang pelajaran."
Penggemar
bintang basket, Michael Jordan -- yang pernah kepergok membawa majalah
porno di tasnya -- mencoba membuktikan diri sebagai pemain yang baik di
lapangan basket. Ia cukup pintar dalam pelajaran matematika, tapi tidak
untuk yang lain.
Joao
menceritakan, suatu hari ia diundang makan Kim Jong-un, yang punya chef
pribadi yang rela memasakkan apapun yang diinginkannya. "Ia tidak
tinggal di kedutaan, tapi di flat di lingkungan elit di dekat sekolah,"
kata dia. Kim Jong-un tinggal di flat besar, No 10 Kirchstrasse.
"Ia dikelilingi gadget terbaik
dan termutakhir, yang tak mampu dimiliki anak-anak lainnya -- TV,
perekam video, Sony PlayStation. Dia juga punya koki, sopir, dan guru
pribadi."
Saat
berkunjung, Joao mengaku tak pernah dibawa ke kamar. Hanya sampai ruang
tengah, di mana mereka menonton film kung-fu -- khususnya yang
dibintangi Jackie Chan. Kim Jong-un muda juga punya benda yang jadi
obyek iri temannya yang lain -- koleksi suvenir NBA asli yang
masing-masing harganya lebih dari 100 poundsterling.
Kim
Jong-un tak tertarik dengan obrolan tentang gadis, ia juga tak minum
alkohol setetespun saat pesta. "Ia hanya suka bercerita tentang
kehidupan di kampung halamannya. Pemutar musiknya hanya ada lagu-lagu
Korut. Dia tak suka musik barat." Suara keras lagu-lagu kebangsaan Korut
selalu terdengar dari flatnya.
Joao
tak mengetahui identitas temannya itu hingga suatu hari di tahun 2000,
saat Kim Jong-un hendak pulang ke Korut. "Ia menunjukkan foto dia dan
ayahnya, kemudian berkata, 'aku bukan anak duta besar, Aku adalah putra
Presiden Korut'."
Temannya
yang lain, Joerg mengatakan ia pernah melihat sebuah Mercedes lapis
baja berhenti. Lalu, Kim Jong-un turun dari sana. "Ia dikelilingi
semacam "ninja" yang memeriksa jalanan, sebelum membolehkannya
melangkah."
Saat
rekan-rekannya berbincang soal demokrasi, ia tak pernah ikit serta. Ia
selalu duduk menunduk menatap sepatunya, nampak tak nyaman. "Sambil
mengunyah makanan dari Loeb, restoran paling mewah di Berne, di mana kau
harus mengeluarkan 100 euro hanya untuk seporsi salad."