Alami kekerasan di masa lalu bisa menjadi penyebab terbesar.
Kasus sodomi terhadap anak di bawah umur masih banyak terjadi. Setelah kasus sodomi yang dilakukan Robot Gedek beberapa tahun silam, kini kita dikejutkan kembali dengan kasus Sartono, pria yang telah melakukan sodomi terhadap 96 anak, dan memperjualbelikan anak untuk menjadi korban sodomi pelanggannya.
Menanggapi masalah ini, psikolog dan pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, peristiwa semacam ini bisa terjadi akibat trauma masa lalu pelaku sodomi. "Melakukan sodomi merupakan bagian dari perilaku penyimpangan seksual. Bisa terjadi karena trauma masa lalu si pelaku," kata Kak Seto, sapaan akrab Seto Mulyadi.
Kak Seto menambahkan, masalah yang bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan sodomi, bisa karena di masa lalunya dia adalah korban kekerasan atau pelecahan seksual.
Ada hal yang perlu dilakukan agar seseorang tidak menjadi pelaku kekerasan seksual atau pelaku sodomi di kemuadian hari. Menjauhkan anak-anak dari segala hal yang berbau pronografi adalah hal penting yang harus dilakukan para orangtua.
"Pernah menyaksikan adegan porno dalam video, internet, ponsel dan bacaan berbau pornografi di masa kecil bisa memicu tumbuhnya perilaku seks menyimpang."
Tak hanya itu, tindakan hukum yang tegas juga harus diberikan pada pelaku tindak kekerasan seksual termasuk pelaku sodomi. Selain itu, untuk para korban kekerasan seksual, harus segera diberikan terapi, agar tidak melahirkan pelaku-pelaku kekerasan seksual baru seperti Sartono.
“Media juga harus ikut berperan, mengkampanyekan sanksi bagi pelaku tindak kekerasan seksual perlu dilakukan, agar para pelaku tidak bertindak sembarangan. Mereka yang melakukan tindak kekerasan seksual harus dihukum berat, biasanya selama 15 tahun hukuman penjara,” katanya.
Kendala lain yang menyebabkan banyaknya pelaku sodomi dan tindak kekerasan seksual adalah kurangnya perhatian orangtua pada anak. Bahkan seringkali, perhatian khusus hanya sering diberikan pada anak perempuan, dengan anggapan, anak laki-laki akan lebih mandiri. Namun sesungguhnya, perhatian pada anak laki-laki juga harus diberikan. Seperti halnya, mengingatkan dia agar berhati-hati dan berusaha menghindari orang-orang yang baru dikenal.
Menanggapi masalah ini, psikolog dan pemerhati anak, Seto Mulyadi mengatakan, peristiwa semacam ini bisa terjadi akibat trauma masa lalu pelaku sodomi. "Melakukan sodomi merupakan bagian dari perilaku penyimpangan seksual. Bisa terjadi karena trauma masa lalu si pelaku," kata Kak Seto, sapaan akrab Seto Mulyadi.
Kak Seto menambahkan, masalah yang bisa menyebabkan seseorang melakukan tindakan sodomi, bisa karena di masa lalunya dia adalah korban kekerasan atau pelecahan seksual.
Ada hal yang perlu dilakukan agar seseorang tidak menjadi pelaku kekerasan seksual atau pelaku sodomi di kemuadian hari. Menjauhkan anak-anak dari segala hal yang berbau pronografi adalah hal penting yang harus dilakukan para orangtua.
"Pernah menyaksikan adegan porno dalam video, internet, ponsel dan bacaan berbau pornografi di masa kecil bisa memicu tumbuhnya perilaku seks menyimpang."
Tak hanya itu, tindakan hukum yang tegas juga harus diberikan pada pelaku tindak kekerasan seksual termasuk pelaku sodomi. Selain itu, untuk para korban kekerasan seksual, harus segera diberikan terapi, agar tidak melahirkan pelaku-pelaku kekerasan seksual baru seperti Sartono.
“Media juga harus ikut berperan, mengkampanyekan sanksi bagi pelaku tindak kekerasan seksual perlu dilakukan, agar para pelaku tidak bertindak sembarangan. Mereka yang melakukan tindak kekerasan seksual harus dihukum berat, biasanya selama 15 tahun hukuman penjara,” katanya.
Kendala lain yang menyebabkan banyaknya pelaku sodomi dan tindak kekerasan seksual adalah kurangnya perhatian orangtua pada anak. Bahkan seringkali, perhatian khusus hanya sering diberikan pada anak perempuan, dengan anggapan, anak laki-laki akan lebih mandiri. Namun sesungguhnya, perhatian pada anak laki-laki juga harus diberikan. Seperti halnya, mengingatkan dia agar berhati-hati dan berusaha menghindari orang-orang yang baru dikenal.
“Memperkenalkan organ reproduksi sejak dini pada anak juga perlu dilakukan. Mereka diberitahu tidak hanya wajib menjaga kebersihan organ reproduksinya. Selain itu, mereka juga harus diajarkan bagaimana melindungi organ reproduksinya. Dan ingatkan pada si kecil jangan pernah membiarkan orang lain menyentuhnya. Ini penting diketahui anak, agar bisa terhindar dari tindak penyimpangan seksual,” Kak Seto menegaskan.
• VIVAnews