Pelaku tindak pidana korupsi hendaknya tidak berhak mendapatkan remisi atau pengurangan masa hukuman. Alasannya, korupsi merupakan salah satu kejahatan luar biasa sehingga perlu ada pembedaan cara penanganan.
Demikian dikatakan mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Erry Riyana Hardjapamengkas, Kamis (1/9).
Menurut Erry pemberian remisi memang merupakan hak dari seorang tahanan. Namun khusus kasus korupsi perlu diperlakukan berbeda. Lantaran perkara tersebut merupakan kejahatan luar biasa. Sehingga akan sangat tidak tepat jika ada pengurangan masa tahanan. "Malah kalau perlu diperberat,"tegasnya.
Untuk itu, lanjutnya, perlu ada perubahan peraturan terkait dengan pemberian remisi. Sebagaimana diketahui ketentuan pemberian remisi ini diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 1995, Kepres Nomor 174 Tahun 1999 tentang remisi dan PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara dan Syarat Pelaksanaan Hak-hak Warga
Binaan Pemasyarakatan.
"Perlu ada aturan yang diubah, dan eksekutif membicarakannya dengan legislatif,"kata anggota Pansel
KPK itu.
Kalaupun ketentuan penghentian ini sulit dicapai, setidaknya syarat pemberian remisi buat para koruptor tersebut diperberat. Dengan demikian, menurut Erry ada pengecualian dan kekhususan dibandingkan dengan tindak pidana lainnya.
Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar akan mempertimbangkan perubahan ketentuan hukum pemberian remisi tahana. Perubahan itu terkait dengan penghentian pengurangan masa tahanan buat koruptor dan teroris[unikaja.com]