Pages

Misteri Pemangsa Turis Di Mesir

Share and Enjoy! :

Pantai resor Mesir, Sharm el-Sheikh, di tepi Laut Merah mendadak sepi ditinggalkan para turis asing yang sebelumnya memenuhi kawasan wisata tersebut. Hiu Oceanic whitetip telah membunuh dan melukai lima turis yang tengah menikmati kehangatan perairan itu.

Kawasan itu memang sempat ditutup setelah empat serangan hiu pada Selasa dan Rabu pekan lalu mencederai tiga turis Rusia dan satu warga Ukraina. Satu orang dilaporkan kehilangan tangan kanan dan kaki kirinya dalam insiden itu, sedangkan yang lain mengalami luka di tangan dan punggungnya serta kehilangan sebuah tangan dan terkena serangan jantung.


Pemerintah Mesir langsung menggelar perburuan untuk menangkap predator ganas itu. Misi yang melibatkan kementerian lingkungan dan sekelompok ahli konservasi tersebut berhasil menangkap dua hiu yang dianggap bertanggung jawab atas serangan itu. Salah satunya hiu dewasa sepanjang 2,5 meter, yang cocok dengan deskripsi penyelam Mesir yang menyelamatkan salah satu turis terluka. Hiu itu juga memiliki kerusakan pada sirip dorsal yang sama.

Kasus pun ditutup dan pantai kembali dibuka bagi jutaan turis yang setiap tahun memenuhi Pantai Sinai untuk berjemur atau snorkeling menikmati terumbu karang di perairan itu.

Hari berikutnya, seorang turis menjadi korban keganasan hiu. Meski selamat, turis perempuan berusia 60-an itu mengalami luka gigitan di kakinya.

Dua hari kemudian, seorang turis asing lagi-lagi menjadi korban tapi nasibnya tak seberuntung korban lain. Turis Jerman berusia lanjut yang tengah snorkeling tak jauh dari pantai Sharm el-Sheikh itu digigit kaki dan lengannya hingga tewas.
Ellen Barnes, seorang turis Inggris yang tengah berenang di dekat perempuan itu, menyatakan air bergolak hebat di sekelilingnya. "Sekeliling saya dipenuhi darah. Hiu itu terus menyerang dan menggigit perempuan malang itu."

Gubernur South Sinai Mohammed Shosha mengakui bahaya serangan hiu itu jauh lebih besar daripada dugaan semula. "Kami telah menangkap hiu itu," katanya. "Namun ada hiu lain."

Serangan itu adalah peristiwa aneh dan mendadak bagi resor wisata yang terkenal karena keindahan perairan dan keamanannya tersebut. Kasus serangan hiu terakhir di Mesir, yang pertama dalam lima tahun terakhir, terjadi pada Januari lalu di sebelah selatan Marsa Alam, sebuah kawasan penyelaman terpencil, jauh dari Sharm el-Sheikh. Serangan hiu sama sekali tak pernah terdengar di resor yang terletak di tepi Laut Merah ini.

Simon Rogerson, editor majalah Dive dan penulis buku Dive Red Sea, mengatakan, bila ada orang yang bertanya kepadanya tentang resor itu beberapa pekan yang lalu, dia akan menyatakan tempat itu sangat aman. Rogerson mengatakan apa yang terjadi di Sharm el-Sheikh adalah sebuah anomali. "Biasanya, itu adalah tempat yang sangat bagus, sangat ramai karena sangat murah bagi orang Eropa. Tapi lingkungan terumbu karangnya sehat, indah, airnya bersih, dan bermandikan matahari," ujarnya.

Pemerintah Mesir berharap serangan hiu ini segera dihentikan. Kawasan wisata pantai itu menyumbangkan 66 persen dari US$ 12,3 miliar yang dihasilkan industri wisata Mesir tahun ini.

Tiga pakar hiu didatangkan dari Amerika Serikat untuk menjelaskan serangan hiu yang tidak pernah terjadi sebelumnya di lokasi itu. Sebuah kapal Swedia juga menyisir perairan di sekitar Sharm el-Sheikh untuk melacak pergerakan hiu itu.

Selain lokasi, faktor lain yang membuat para pakar terkejut adalah sifat alami binatang predator tersebut. Perburuan hiu menunjukkan bahwa spesies di balik penyerangan tersebut adalah Oceanic whitetip, yang biasanya tidak diasosiasikan dengan insiden semacam itu. Dari sekitar 60 kasus serangan hiu yang terjadi setiap tahun di berbagai penjuru dunia, sebagian besar melibatkan hiu putih besar yang terkenal akan gigitannya serta hiu macan atau hiu banteng.

Ali Hood, Direktur Konservasi Shark Trust, mengatakan jumlah serangan hiu yang melibatkan Oceanic whitetip sejak 1580 sangat rendah, kurang dari 10.

Sesungguhnya Oceanic whitetips bukanlah hiu agresif. Namun mereka memang memiliki reputasi buruk, kerap memangsa manusia ketika kondisi korbannya sudah tak berdaya. Hiu ini kerap ditemukan mengelilingi lokasi kecelakaan, seperti kapal karam atau pesawat yang jatuh ke laut, dan membunuh korbannya.

Rogerson menyatakan spesies Oceanic whitetip, yang memiliki karakteristik ujung sirip berwarna putih, tampaknya sedikit lebih berani dibanding hiu penghuni Laut Merah lainnya, semisal hiu mako. "Hiu lain lebih senang tetap tersembunyi," ujarnya. "Beberapa ilmuwan menduga mereka menjadi lebih berani dibanding hiu lain karena memiliki gaya hidup sering berpindah tempat."

Sebagian besar hiu sangat pemalu terhadap segala sesuatu yang tak familiar bagi mereka sebagai mangsa. "Kemungkinan Oceanic whitetip harus aktif melakukan investigasi terhadap sesuatu yang berpotensi sebagai makanan baru daripada hiu yang memiliki teritori di sepanjang terumbu karang," kata Rogerson.

Perilaku para turis yang gemar melakukan penyelaman di perairan itu diduga memancing rasa ingin tahu binatang tersebut. "Saya mendengar laporan pendekatan mereka menjadi kian agresif," katanya. "Saya pikir masalahnya adalah semakin lama Anda berada di dalam air bersama hiu ini, binatang itu makin berani dan berusaha mengetes Anda. Bagi sebagian besar hiu, manusia bukanlah makanan, tapi hiu ini memang mempunyai sejarah gelap bagi orang yang berada di air untuk waktu lama."

Dia menduga para penyelam scuba tidak menghadapi risiko sebesar orang yang hanya menggunakan snorkel. "Penyelam memiliki kewaspadaan dan kendali yang jauh lebih besar terhadap segala sesuatu di sekitarnya," katanya. "Di alam, jika sesuatu mengambang di permukaan, dia akan terlihat seperti binatang cedera, sehingga menjadi target mudah."

Serangan hiu umumnya terjadi pada perenang yang menggunakan snorkel. Mereka juga jarang menggunakan pakaian selam, dan tampaknya hiu tertarik pada kulit putih para perenang itu, karena menyerupai warna kulit ikan. "Banyak hiu yang suka mengintai mangsanya tanpa diketahui, dan itu lebih mudah jika orang itu menggunakan snorkel," ujarnya.

Hood menduga serangkaian serangan itu dipicu oleh aktivitas atau peristiwa tertentu. "Sesuatu yang dilakukan manusia, bukan sesuatu yang dimulai oleh hiu," katanya. "Sesuatu telah terjadi sehingga mereka berperilaku seperti itu."

Direktur South Sinai Conservation Mohammed Salem punya teori lain. Dia menduga serangan itu berawal dari kegiatan pemancingan ikan tak terkontrol di daerah penyelaman, sehingga ikan menjadi semakin berani dan kian agresif dalam berburu mangsa, didorong oleh menipisnya makanan alami mereka.

Kemungkinan lain, mereka tertarik kepada manusia karena kegiatan penyelaman yang dengan sengaja memancing hiu ke lokasi itu dengan umpan darah atau daging ikan sebagai atraksi bagi para penyelam. Rogerson mengatakan kegiatan seperti itu sebenarnya ilegal di Laut Merah karena tipe hiu yang hidup di wilayah tersebut. "Banyak sekali perahu penyelaman yang kini mengapung di Laut Merah, dan hiu cenderung tertarik pada perahu itu karena terkadang ada yang melemparkan makanan dari perahu sehingga mereka terbiasa dengan kegiatan tersebut," ujarnya.