Kekisruhan Kongres PSSI menyisakan penyesalan bagi seluruh pecinta sepakbola Indonesia, tak terkecuali Ali Mochtar Ngabalin. Politisi Partai Golkar tersebut menilai, gagalnya pelaksanaan kongres merupakan sejarah terburuk yang menodai Hari Kebangkitan Nasional.
Ya, kongres PSSI digelar bertepatan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2011. Sayang, semangat nasionalisme yang diusung justru melahirkan kekisruhan di ruang kongres, Ballroom Hotel Sultan, Senayan.
Ketua Komite Normalisasi, sekaligus pimpinan sidang, Agum Gumelar terpaksa menutup kongres tanpa menghasilkan keputusan apapun, lantaran para peserta tak bosan melontarkan interupsi. Praktis, pemilihan ketua umum, wakil ketua umum, serta anggota komite eksekutif (exco) PSSI periode 2011-2015, gagal dilaksanakan.
Inilah yang sangat disayangkan Ali. “Saya sedih dan menyesal dengan apa yang terjadi. Kejadian ini tidak menunjukkan sikap kebersamaan yang baik,” imbuhnya, ditemui usai kongres.
“Untuk sekarang ini, tidak ada yang bisa memprediksi masa depan sepakbola Indonesia. Sejarah terburuk pada 20 Mei ini, bersamaan dengan Hari Kebangkitan nasional, kita malah membuktikan semangat nasionalisme yang keropos,” jelas Ali, yang turut meninjau jalannya kongres.
“Harusnya, ini menjadi tempat dimana sepakbola Indonesia kembali dimulai dari titik nol. Ini tidak menyelesaikan masalah. Pemilihan pengurus hanya langkah awal karena yang harusnya diurusi adalah para pemain,” tutup mantan anggota Komisi I DPR