Seperti diperkirakan, Kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, akhirnya bernasib seperti kongres di Hotel Premier, Pekanbaru, pada Maret lalu. Yakni, ricuh dan tak menghasilkan apa-apa.
Itu tak lepas dari kengototan kubu pendukung George Toisutta-Arifin Panigoro yang terus berusaha agar jago mereka bisa masuk bursa pencalonan. Caranya, dengan meminta agar Komite Banding Pemilihan yang dipimpin Ahmad Riyadh—yang meloloskan George dan Arifin yang jelas-jelas dicekal FIFA—diizinkan melakukan presentasi.
Tapi, permintaan itu ditolak Agum karena tidak termasuk agenda sidang. Sebelumnya, Thierry Regenass, direktur Keanggotaan dan Pengembangan FIFA, yang hadir di kongres juga sudah menjelaskan mengapa George dan Arifin beserta Nirwan Bakrie dan Nurdin Halid dicekal FIFA.
Karena kondisi dianggap semakin tidak kondusif, Agum pun akhirnya menghentikan sidang. Namun, para pendukung George-Arifin—yang dikenal sebagai Kelompok 78—bersikukuh mereka tidak bersalah atas apa yang terjadi dalam kongres tadi malam.
Dalam jumpa pers yang digelar di Golden Ballroom Hotel Sultan sekitar pukul 23.00, mereka malah balik melemparkan tanggung jawab ke Agum Gumelar dan Komite Normalisasi yang dipimpinnya. Jika ada sanksi dari FIFA, mereka mengatakan KN-lah yang harus bertanggungjawab. Komite bentukan FIFA itu dituding tidak bisa menjalankan kongres sesuai aturan yang ada.
’’Kongres ditinggalkan KN dan kami tidak tahu alasannya,’’ kata Yunus Nusi, sekum Persisam Samarinda yang menjadi salah satu pentolan Kelompok 78 dan paling sering melakukan interupsi selama jalannya sidang.
Yunus mengatakan, Agum dan KN tidak bertanggung jawab karena meninggalkan kongres dengan alasan tidak jelas. ’’Kongres dihentikan sepihak. Ini seperti lepas tanggung jawab. Apa yang dilakukan Agum Gumelar tidak sesuai dengan statuta PSSI dan FIFA,’’ katanya bersemangat.
Yunus mengklaim, mayoritas suara saat ini tengah berdiskusi untuk melanjutkan kongres yang menurut mereka dihentikan sepihak oleh Agum Gumelar. ’’Kami terus menjalin komunikasi dengan pemerintah dan FIFA. Kami berencana untuk melajutkan kongres,’’ bebernya.
Kongres yang bubar di tengah jalan ini itu membuat para calon yang siap bertarung di kongres kecewa. Salah satunya adalah calon Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan anggota Exco Adhan Dambea. ’’Saya sangat menyayangkan situasi ini. Karena situasi seperti tidak harapkan,’’ kata Adhan.
Pria yang juga wali kota Gorontalo itu menyayangkan sikap para peserta yang memaksakan kehendak. Terutama soal usulan agar Komite Banding memaparkan keputusannya meloloskan George-Arifin sebagai calon Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum PSSI.
’’Sudah jelas, di agenda kongres tidak membahas masalah itu, tapi tetap dipaksakan. Pak Agum sebenarnya sudah mengakomodasi permintaan mereka, tapi tetap saja mereka ngotot,’’ kata Adhan.
’’Terus terang saya bingung dengan sikap mereka. Kami malu, apalagi jika ada anggapan dari luar kalau sikap seperti itu cerminan dari sikap bangsa Indonesia,’’ lanjutnya.
Adhan juga berharap FIFA tidak terburu-buru menjatuhkan sanksi buat Indonesia. FIFA diminta memberikan toleransi dan kesempatan buat KN untuk mengemban amanahnya. ’’Ya saya berharap masa jabatan Pak Agum sebagai ketua KN diperpanjang,’’ paparnya.
Rasa malu luar biasa kepada rakyat dan perwakilan FIFA dan AFC juga dikemukakan salah satu anggota KN, FX Hadi Rudiyatmo. Dia pun menyatakan mundur sebagai anggota KN di tengah perdebatan tak jelas saat kongres. ’’KN dibentuk oleh FIFA. Daripada saya diturunkan di siding, mending saya mundur. Dan, kalau ada apa-apa dengan sepakbola Indonesia kalian yang harus bertanggung jawab,’’ katanya ke arah pendukung George-Arifin.
Calon Ketum PSSI lainnya, Achsanul Qosasi, juga kecewa berat dengan kondisi yang terjadi. ’’Sejujurnya ini sejarah terburuk yang pernah terjadi di sepanjang pengalaman sepak bola Tanah Air dan memalukan di hadapan utusan FIFA dan AFC. Saya sangat menyesalkan hal ini,’’ kata Achsanul Qosasi.
Hinggga pukul 23.45 tadi malam, belum ada kepastian tentang kelanjutan kongres. Tapi, sepertinya terhentinya kongres ini membuat ancaman sanksi dari FIFA makin dekat.
Kalau itu benar terjadi, Indonesia bakal absen dari cabang sepak bola SEA Games mendatang yang akan dihelat di depan publik sendiri. Dua wakil negeri ini yang masih bertahan di Piala AFC, Perspura Jayapura dan Sriwijaya FC, juga bakal dieliminasi.
Indikasi jatuhnya sanksi itu terlihat saat Thierry Regenass menjelaskan posisi FIFA terhadap kemelut PSSI di Kongres. ’’Kalian bisa melawan FIFA atau kembali ke jalur yang benar. Ini merupakan tanggung yang berat bagi delegasi di sini (kongres),’’ ujar Thierry Regenass.
Pria yang diutus sebagai pemantau kongres dari FIFA ini menjelaskan pula duduk permasalahan soal penolakan empat kandidat oleh badan sepak bola dunia itu. Menurut Regenass, FIFA menolak Nurdin Halid, Nirwan Dermawan Bakrie, George Toisutta dan Arifin Panigoro bukan tanpa alasan. ’’Jika dilihat alasannya satu per satu memang berbeda di antara empat calon ini. Namun, pada dasarnya empat orang yang ditolak FIFA karena mereka secara langsung atau tidak langsung yang menyebabkan perpecahan di PSSI,’’ ujar Regenass.
Regenass menerangkan, keputusan yang diambil Komite Darurat FIFA ini sebagai bentuk penyelamatan terhadap kemelut PSSI. ’’Kami tak mau ada perpecahan di tubuh PSSI dan persoalan ini bisa selesai. Keputusan menolak empat calon itu diharapkan jadi solusi rekonsiliasi sepak bola nasional,’’ terang Regenass. (jpnn)
Agum Sampai Sulit Keluar Ruangan
SELAIN bertele-tele dan akhirnya dihentikan tanpa menghasilkan keputusan, Kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin (20/5) juga seolah menjadi ajang penumpahan kemarahan serta caci-maki dari para pendukung George Toisutta-Arifin Panigoro kepada pemimpin Komite Normalisasi (KN) yang memimpin kongres, Agum Gumelar.
Salah satu cercaan dilontarkan Manajer Gresik United (GU) Ali Mukhid. Politikus PKB tersebut menyatakan bahwa Agum tak piawai menjalankan tugasnya sebagai pemimpin sidang. ’’Kami mengira Pak Agum adalah sosok yang cerdas. Ternyata Pak Agum bukan sosok yang cerdas,’’ kecam Ali.
Kecaman tersebut dilontarkan Ali setelah keinginannya meminta Komding melakukan presentasi tak dikabulkan Agum. Padahal Thierry Regenass sebagai wakil FIFA diberi kesempatan untuk berpresentasi.
Agum berdalih bahwa dalam agenda sidang tak ada presentasi Komding. Namun, hal tersebut malah bak bensin yang disiramkan ke api. Beberapa pemilik suara langsung menyatakan bahwa Agum memiliki tendensi tertentu terkait penolakan tersebut. ’’Saya cukup dicela. Padahal saya tak pernah mencela Bapak (Ali Mukhid),’’ balas Agum kepada Ali.
Kecaman juga dilontarkan Manajer Persiwa Wamena John Banua. Lelaki yang juga wakil bupati Wamena tersebut mendesak para pemilik suara untuk mengganti ketua sidang.
Sama seperti Ali, John mengungkapkan bahwa Agum dianggap tak layak mengemban tugas mulia tersebut. Dia malah terang-terangan membawa institusi militer untuk menggertak Agum. ’’Saya purnawirawan, Bapak juga purnawirawan,’’ tegas John.
Ancaman untuk menandatangani mosi tak percaya juga dilontarkan Ketua Persebul Buol, Sulawesi Tengah, Abdulah Batalipu. Dengan suara lantang dia mengajak komplotannya untuk menandatangani mosi tak percaya atas kepemimpinan Agum. ’’Kami sudah siap dengan mosi tak percaya,’’ ucapnya.
Namun, lagi-lagi Agum masih bisa menyikapi kecaman tersebut dengan kepala dingin. Lelaki yang juga mertua mantan juara dunia bulu tangkis Taufik Hidayat tersebut mengelak dengan menyatakan bahwa desakan mosi tak percaya itu salah alamat. Sebab, KN bukanlah produk kongres. ’’Kami ini adalah produk yang dihasilkan sidang darurat FIFA,’’ tegas mantan Ketum KONI tersebut.
Meski Agum bersikukuh, desakan demi desakan agar KN melakukan voting untuk memberikan kesempatan presentasi bagi Komding terus bermunculan. Perbedaan keinginan belum juga bisa disatukan. Sebagian pemilik suara mengharapkan voting dilakukan secara terbuka. Namun, Agum menginginkan voting dihelat tertutup.
Karena perbedaan dianggap tak bisa dipecahkan, Agum akhirnya memutuskan untuk menskors sidang selama lima menit pada pukul 20.25. Namun, setelah diskors, keadaan belum juga dingin. Masing-masing pihak tetap bersikukuh pada pendiriannya.
Lima menit setelah skors berakhir, Agum mengeluarkan pernyataan yang memanaskan situasi. Dia menyatakan bahwa semua pihak harus siap jika nanti FIFA mengeluarkan keputusan yang tak menguntungkan persepakbolaan Indonesia.
Hal itu malah memicu ’’perang’’ babak baru. Yunus Nusi, salah seorang pentolan Kelompok 78 yang juga Sekum Persisam Samarinda, menuding Agum telah melukai banyak pemilik suara di kongres tersebut. ’’Pak Agum tak memihak kebenaran,’’ kecamnya.
Badai tekanan dari para pendukung George-Arifin itu, tampaknya, juga membuat kesabaran anggota KN jebol. Salah satunya adalah FX Rudi Hadiatmo yang pada pukul 20.40 menyatakan mundur dari keanggotaan KN. Sebab, dia merasa situasi kongres sudah tak kondusif. Upaya pencegahan yang dilakukan Agum serta anggota KN lainnya ditanggapi dingin oleh lelaki yang juga wakil wali kota (Wawali) Solo tersebut.
’’Sebelum pemilik suara meminta saya mundur, saya akan memilih mengundurkan diri lebih dulu,’’ kata politikus PDI Perjuangan tersebut.
Puncak suasana yang tak jua kondusif tersebut akhirnya terjadi pukul 20.50. Tekanan bertubi-tubi serta tak ditanggapinya win-win solution yang ditawarkan Agum membuat sidang dihentikan secara sepihak.
’’Karena kondisi sudah tidak kondusif dan tak mungkin menghasilkan keputusan, dengan mengucap alhamdulillah serta permintaan maaf kepada rakyat Indonesia, sidang ditutup,’’ tegas Agum.
Pernyataan Agum itu sontak memantik reaksi keras dari para peserta kongres. Mereka langsung maju menghampiri Agum meski dihadang personel keamanan. Agum tampak sulit keluar dari arena kongres. Dia dikerumuni dan dihalang-halangi para peserta sidang sebelum akhirnya bisa keluar.
Bersama Regenass, Agum dan anggota KN lainnya langsung melakukan rapat koordinasi di luar Hotel Sultan. Namun, tak ada yang mengetahui tempat mereka melakukan rapat.
Saat KN rapat dengan FIFA, suasana berbeda malah terlihat di ruang kongres. Para pemilik suara tampak santai. Mereka tertawa, bercanda, dan bercengkerama dengan hangat seolah tak terjadi apa-apa sebelumnya. (ru/ali/c5/ttg)
Satu Suara Seharga Rp 500 Juta?
AWAL Mei lalu pengelola Deltras Vigit Waluyo kepada media pernah mengatakan, dirinya mendapat suntikan dana Rp 250 juta dari salah seorang bakal calon ketua umum (Ketum) PSSI periode 2011–2015. Imbal balik dari uang itu tentu saja agar klubnya memilih si pemberi uang di kongres.
Kendati keesokan harinya dibantah salah seorang anggota tim sukses bakal calon yang disebutkan Vigit, tetap itu memperlihatkan bahwa isu politik uang dalam pemilihan Ketum, wakil Ketum, dan Exco PSSI bukan sekadar kabar burung.
Itu pula yang tertangkap dari hasil penelusuran koran ini selama berlangsungnya kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin (20/5). Beberapa pihak yang terkait kongres yang berakhir tanpa keputusan itu jelas menyebutkan terjadinya jual beli suara.
’’Saya pernah dititipi uang beberapa kali untuk pemilik suara di Jatim oleh salah seorang calon. Seingat saya, tiga kali saya dititipi. Nilainya lebih dari Rp 100 juta,’’ kata salah seorang sumber yang namanya tidak mau dikorankan. Tujuannya jelas, si penerima harus memberikan suaranya pada kongres,’’ lanjutnya.
Sumber lain koran ini yang sudah lama berkecimpung di sepak bola tanah air, baik di level klub maupun sebagai pengurus PSSI, membenarkan bahwa politik uang mewarnai kongres kemarin. Dia menyatakan mendapat informasi dari ’’orang-orangnya’’ bahwa ada salah seorang calon yang menghargai satu suara hingga Rp 500 juta.
Namun, uang sejumlah itu tidak diberikan seluruhnya dalam satu termin, tetapi secara bertahap. ’’Yang Rp 200 juta diberikan terlebih dahulu dalam dua sesi. Informasinya, yang Rp 300 juta akan diberikan setelah kongres dan jika calonnya lolos,’’ ungkapnya.
G.H. Sutedjo, salah seorang calon wakil Ketum dan anggota exco yang mundur dari pencalonan dengan alasan tidak tahan dengan intrik yang terjadi tak menampik adanya politik uang dalam kongres. ’’Saya tidak bisa menjelaskan dengan detail adanya dugaan itu. Tapi, ada pemilik suara yang menyampaikan kepada saya, Anda punya dana berapa sehingga berani maju. Indikasi adanya money politics saya tangkap dari situ,’’ kata Sutedjo.
Bisa dibayangkan sendiri berapa duit yang bisa dikantongi seorang pemilik suara dengan adanya 18 calon Ketum, 16 calon Waketum, dan 51 calon exco (sembilan nama akan terpilih). Belum lagi calon-calon yang sebelumnya berniat maju, tapi tidak lolos verifikasi.
’’Saya pernah secara langsung didatangi pemilik suara. Dia bercerita sudah mendapat uang Rp 25 juta dari calon lain. Lalu, dia bilang, kalau saya mau memberi lebih, suaranya akan diberikan kepada saya. Kondisi ini sudah gila,’’ kata salah seorang bakal calon anggota exco.
’’Apa jadinya jika persepakbolaan bersih yang kita cita-citakan dimulai dengan hal-hal begini. Saya apa adanya saja. Saya katakan kepada pengusung saya bahwa saya tidak akan membagi-bagikan uang agar saya terpilih. Itu prinsip saya,’’ lanjutnya.
Seorang pemilik suara juga mengakui bahwa saat ini adalah kesempatan mencari uang sebanyak-banyaknya. ’’Itu bukan hal aneh lagi dalam kongres pemilihan. Bagi para calon, siapkan saja amplopnya yang banyak,’’ kata salah seorang Ketum Pengprov PSSI tersebut.
Biar Lebih Jelas Baca Juga