AWAL Mei lalu pengelola Deltras Vigit Waluyo kepada media pernah mengatakan, dirinya mendapat suntikan dana Rp 250 juta dari salah seorang bakal calon ketua umum (Ketum) PSSI periode 2011–2015. Imbal balik dari uang itu tentu saja agar klubnya memilih si pemberi uang di kongres.
Kendati keesokan harinya dibantah salah seorang anggota tim sukses bakal calon yang disebutkan Vigit, tetap itu memperlihatkan bahwa isu politik uang dalam pemilihan Ketum, wakil Ketum, dan Exco PSSI bukan sekadar kabar burung.
Itu pula yang tertangkap dari hasil penelusuran koran ini selama berlangsungnya kongres PSSI di Hotel Sultan, Jakarta, kemarin (20/5). Beberapa pihak yang terkait kongres yang berakhir tanpa keputusan itu jelas menyebutkan terjadinya jual beli suara.
’’Saya pernah dititipi uang beberapa kali untuk pemilik suara di Jatim oleh salah seorang calon. Seingat saya, tiga kali saya dititipi. Nilainya lebih dari Rp 100 juta,’’ kata salah seorang sumber yang namanya tidak mau dikorankan. Tujuannya jelas, si penerima harus memberikan suaranya pada kongres,’’ lanjutnya.
Sumber lain koran ini yang sudah lama berkecimpung di sepak bola tanah air, baik di level klub maupun sebagai pengurus PSSI, membenarkan bahwa politik uang mewarnai kongres kemarin. Dia menyatakan mendapat informasi dari ’’orang-orangnya’’ bahwa ada salah seorang calon yang menghargai satu suara hingga Rp 500 juta.
Namun, uang sejumlah itu tidak diberikan seluruhnya dalam satu termin, tetapi secara bertahap. ’’Yang Rp 200 juta diberikan terlebih dahulu dalam dua sesi. Informasinya, yang Rp 300 juta akan diberikan setelah kongres dan jika calonnya lolos,’’ ungkapnya.
G.H. Sutedjo, salah seorang calon wakil Ketum dan anggota exco yang mundur dari pencalonan dengan alasan tidak tahan dengan intrik yang terjadi tak menampik adanya politik uang dalam kongres. ’’Saya tidak bisa menjelaskan dengan detail adanya dugaan itu. Tapi, ada pemilik suara yang menyampaikan kepada saya, Anda punya dana berapa sehingga berani maju. Indikasi adanya money politics saya tangkap dari situ,’’ kata Sutedjo.
Bisa dibayangkan sendiri berapa duit yang bisa dikantongi seorang pemilik suara dengan adanya 18 calon Ketum, 16 calon Waketum, dan 51 calon exco (sembilan nama akan terpilih). Belum lagi calon-calon yang sebelumnya berniat maju, tapi tidak lolos verifikasi.
’’Saya pernah secara langsung didatangi pemilik suara. Dia bercerita sudah mendapat uang Rp 25 juta dari calon lain. Lalu, dia bilang, kalau saya mau memberi lebih, suaranya akan diberikan kepada saya. Kondisi ini sudah gila,’’ kata salah seorang bakal calon anggota exco.
’’Apa jadinya jika persepakbolaan bersih yang kita cita-citakan dimulai dengan hal-hal begini. Saya apa adanya saja. Saya katakan kepada pengusung saya bahwa saya tidak akan membagi-bagikan uang agar saya terpilih. Itu prinsip saya,’’ lanjutnya.
Seorang pemilik suara juga mengakui bahwa saat ini adalah kesempatan mencari uang sebanyak-banyaknya. ’’Itu bukan hal aneh lagi dalam kongres pemilihan. Bagi para calon, siapkan saja amplopnya yang banyak,’’ kata salah seorang Ketum Pengprov PSSI tersebut.(Jawa Pos)