Pages

Matahari Kita Ternyata Terlambat Bergolak

Share and Enjoy! :

Kita sudah sering dengar rumor yang mengatakan dunia akan kiamat. Salah satu penyebabnya (yang santer dibicarakan) adalah terjadinya pergantian siklus matahari. Kisah tentang Matahari seringkali membuat masyarakat penuh kekuatiran. Cerita itu tak lain tentang meningkatnya aktivitas Matahari yang melepaskan ledakan-ledakan dan melontarkan massa koronanya ke ruang angkasa.  Lontaran itulah yang sering dianggap membahayakan bagi Bumi. Kenyataannya? Hal tersebut tidaklah benar. Lontaran yang tiba di Bumi justru menyuguhkan fenomena tirai cahaya warna warni di langit yang terjadi saat partikel-pertikel energetik yang dipancarkan dari flare Matahari berbenturan dengan partikel udara dalam atmosfer kita dan menyebabkan partikel udara (terutama nitrogen) terionisasi.

Kisah aktifnya Matahari ini sempat mengkhawatirkan para ahli Fisika Matahari karena aksi diamnya yang cukup lama. Bagaimana tidak, Matahari yang seharusnya mengalami aktivitas maksimum setiap 11 tahun ternyata justru berada pada kondisi minimum yang cukup lama. Tak hanya itu. Di tahun 2008, siklus Matahari justru berada pada kondisi ter-minimum selama hampir 1 abad. Pada masa itu, para peneliti tidak menemukan adanya bintik Matahari, flare Matahari juga ikut surut dan Matahari sangatlah tenang. Kondisi tenang di akhir siklus ke-23 tersebut juga merupakan anomali dari berakhirnya siklus Matahari ke-23 yang seharusnya sudah berakhir pada kisaran 2005-2006.
Kalau membayangkan kerja para ahli fisika Matahari, coba bayangkan diri kita berada di samping kompor sambil menanti dengan tidak sabar agar air di panci segera mendidih. Inilah yang terjadi pada para ahli Matahari, mereka juga jadi tidak sabar menantikan kapan Matahari kembali aktif karena ia tetap tenang apalagi setelah masa siklus ke-24 dimulai, Matahari masih tetap melanjutkan aksi diamnya selama 18 bulan.  Aksi diam ini terjadi karena siklus ke-23 yang sebelumnya pun terlambat berakhir akibatnya siklus yang baru terlambat dimulai.  Diketahui juga siklus Matahari yang ke-23 yang dimulai tahun 1996 merupakan siklus ketiga terpanjang dalam sejarah pengamatan siklus Matahari. Salah satu dampak yang diyakini adalah musim dingin ekstrim di belahan Bumi utara pada tahun 2009 dan 2010.
Matahari Kembali Beraksi
Solar Flare kelas X1.5 yang dipotret Solar Dynamic Observatory pada tanggal 9 Maret 2011. kredit : SDO/NASA
Siklus Aktivitas Matahari terjadi dalam siklus 11 tahun, namun ketika aktivitas minimum Matahari berlanjut lebih lama dari yang diperkirakan  ada sebagian ilmuwan yang berpendapat kalau kondisi minimum ini tidak akan berakhir.
Kalau kata Richard Fisher, kepala divisi Heliophysics NASA, di Washington DC, “Sejak dulu kami sudah menunggu aktivitas Matahari datang menjemput.”
Kini akhirnya periuk itu sudah mulai mendidih.  Dan Fisher serta para peneliti lainnya bisa megakhir penantiannya karena kini mereka akan menikmati berbagai aksi dari bintang bernama Matahari.
Matahari kembali pada kehidupannya yang penuh letupan dan dinamika.  Memasuki tahun 2011, bintik Matahari kembali tampak dan mereka memecah kebekuan dengan berbagai aktivitas.  Tanggal 15 Februari dan kemudian di tanggal 9 Maret, satelit yang mengorbit Bumi mendeteksi sepasang flare Matahari kelas X. Flare jenis ini memancarkan sinar X yang paling kuat yang dipoduksi Matahari. Terakhir kali para peneliti bisa menikmati ledakan seperti itu terjadi bulan Desember 2006 saat siklus Matahari ke-23 mendekati akhir.
Ledakan lainnya terjadi lagi tanggal 7 Maret dan menghempaskan milyaran ton awan plasma dari Matahari dengan kecepatan 2200 km/det. Awan yang bergerak sangat cepat tersebut tidak langsung mengarah ke Bumi namun ia tetap saja mengirimkan tirai cahaya yang indah ke medan magnetik Bumi.  Dan jika masih ada yang bertanya-tanya akankah peningkatan Matahari berbahaya pada umat manusia di Bumi, maka jawabannya pun masih sama. Tidak.
Dampak dari tabrakan lontaran awan dan medan magnetik Bumi pada tanggal 10 Maret cukup cepat untuk mengirimkan cahaya utara tumpah ruah melintas perbatasan Canada dan tampak di Amerika Serikat, khususnya di wilahay Wisconsin, Minnesota dan Michigan. Lontaran massa korona tersebut merupakan yang tercepat dalam 6 tahun terakhir. Kejadian yang hampir serupa terjadi November 1997 saat siklus Matahari ke-23 dimulai.
Artinya, kejadian serupa kembali menandai dimulainya siklus Matahari yang baru atau siklus Matahari ke-24.  Siklus 24 yang dimulai dengan lambat bukanlah sekedar periuk yang sedang ditunggu terlambat untuk mendidih tapi dari sejarah pengamatan siklus Matahari, siklus ke-24 ini memang sangat lambat untuk dimulai.
Semenjak pertama kali diamati dan direkam jejak terjadinya siklus Matahari di pertengahan abad ke-18. Dari keseluruhan silus yang sudah diamati tersebut,  hanya ada 4 siklus yang dimulai lebih lambat dari siklus ke-24. Tiga di antaranya berada pada Dalton Minimum atau periode dimana aktivitas matahari sangat minim pada awal abad ke-19. Dan siklus ke-4 yang lebih lambat itu adalah siklus Matahari ke-1, di kisaran tahun 1755.  Penentuan tingkat keterlambatan dimulainya sebuah siklus dilakukan dengan menggunakan bintik matahari sebagai parameter kunci dari aktivitas Matahari.  Dan meskipun ada peningkatan bintik Matahari akhir-akhir ini, tetap saja tidak mengubah kesimpulan yang ada kalau “Siklus Matahari ke-24 terlambat dimulai”.
Sumber: langitselatan.com