Bank Indonesia mendapati uang lusuh yang masuk dan dimusnahkan mencapai Rp
44,97 triliun atau 3,44 miliar bilyet per November 2012.
Dari jumlah tersebut, porsi uang lusuh terbesar adalah dari nominal Rp 2.000 sebesar 28,54 persen, nominal Rp 5.000 sebesar 24,42 persen, nominal Rp10.000 mencapai 14,38 persen dan nominal Rp 1.000 sebesar 13,56 persen. Selebihnya, uang pecahan besar Rp 20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000 di bawah 10 persen.
"Dibandingkan tahun lalu (2011), terjadi penurunan sebesar 72,2 persen dari Rp 61,79 triliun di tahun 2011 menjadi Rp 44,97 triliun di tahun 2012, " kata Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Difi Ahmad Johansyah kepada merdeka.com, Minggu (9/12).
Uang pecahan kecil (UPK), lanjut Difi, mendominasi uang lusuh. Hal ini karena tingkat perputaran uang pecahan tersebut cukup tinggi di masyarakat. "Sehingga lebih cepat lusuh dibanding uang pecahan besar (UPB)," jelas Difi.
Uang lusuh yang diterima oleh BI, didapat dari kegiatan layanan kas masyarakat. Uang tersebut selanjutnya dimusnahkan. Hal ini untuk menjaga kualitas uang rupiah yang beredar dan kenyamanan masyarakat saat transaksi.
Pulau Jawa dam Jakarta memberi kontribusi terbesar terhadap rasio uang lusuh yang diterima BI, yaitu sebesar 58.57 persen dan wilayah selanjutnya adalah Sumatera sebesar 23,33 persen.
"Hal ini mencerminkan tingginya perputaran uang dalam transaksi ekonomi di kedua wilayah ini dibandingkan wilayah lain yang masih di bawah 10 persen," ungkapnya Difi.
Dari jumlah tersebut, porsi uang lusuh terbesar adalah dari nominal Rp 2.000 sebesar 28,54 persen, nominal Rp 5.000 sebesar 24,42 persen, nominal Rp10.000 mencapai 14,38 persen dan nominal Rp 1.000 sebesar 13,56 persen. Selebihnya, uang pecahan besar Rp 20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000 di bawah 10 persen.
"Dibandingkan tahun lalu (2011), terjadi penurunan sebesar 72,2 persen dari Rp 61,79 triliun di tahun 2011 menjadi Rp 44,97 triliun di tahun 2012, " kata Direktur Departemen Perencanaan Strategis dan Hubungan Masyarakat Difi Ahmad Johansyah kepada merdeka.com, Minggu (9/12).
Uang pecahan kecil (UPK), lanjut Difi, mendominasi uang lusuh. Hal ini karena tingkat perputaran uang pecahan tersebut cukup tinggi di masyarakat. "Sehingga lebih cepat lusuh dibanding uang pecahan besar (UPB)," jelas Difi.
Uang lusuh yang diterima oleh BI, didapat dari kegiatan layanan kas masyarakat. Uang tersebut selanjutnya dimusnahkan. Hal ini untuk menjaga kualitas uang rupiah yang beredar dan kenyamanan masyarakat saat transaksi.
Pulau Jawa dam Jakarta memberi kontribusi terbesar terhadap rasio uang lusuh yang diterima BI, yaitu sebesar 58.57 persen dan wilayah selanjutnya adalah Sumatera sebesar 23,33 persen.
"Hal ini mencerminkan tingginya perputaran uang dalam transaksi ekonomi di kedua wilayah ini dibandingkan wilayah lain yang masih di bawah 10 persen," ungkapnya Difi.
Sumber:http://forum.viva.co.id/aneh-dan-lucu/619965-bi-musnahkan-uang-lusuh-rp-44-triliun.html