Fenomena Mencengangkan!
Pada tahun 2006 Synovate melakukan penelitian tentang
fenomena seks bebas di kalangan remaja. Penelitian dilakukan kepada 450
responden putra-putri usia 15-24 tahun di empat kota besar; Jakarta,
Bandung, Medan dan Surabaya. Hasilnya cukup mencengangkan! Robby
Susatyo—Manager Director Synovate—mengemukakan data berikut ini:
- Sekitar 16 % remaja di empat kota itu mengaku sudah berhubungan intim saat berusia antara 13-15 tahun.
- 44 % responden lainnya mengaku mulai ‘mencicipi’ seks sejak usia 16-18 tahun. Sampai disini kita dapat menghitung bahwa 50 % responden mengaku telah berhubungan seks saat mereka belum lagi lepas akil baligh.
- Sekitar 35 % responden mengaku mengenal seks pertama kali dari film porno. Sisanya mengaku mengetahui seks dari pengalaman sesama teman.
- 40 % responden mengaku pertama kali melakukan hubungan seks di rumah mereka; 26 % mengaku senang melakukannya di tempat kos; 26 % lainnya senang melakukannya di kamar hotel.
Sangat memprihatinkan. Inilah yang terjadi pada sebagian
remaja di negeri ini. Kita tidak tahu persis fakta sesungguhnya; namun
tentu saja kita berharap mudah-mudahan kenyataan yang sebenarnya tidak
separah yang dikemukakan hasil penelitian.
Guna menekan dan mempersempit ruang gerak budaya permisifisme,
menurut saya tidak ada pilihan lain, kecuali berusaha menegakkan dan
menjungjung tinggi akhlak Islam. Untuk itu setiap kita hendaknya merasa
bertanggung jawab untuk mewujudkannya.
Rambu-rambu Islam tentang pergaulan
Islam adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna).
Agama mulia ini diturunkan dari Allah Sang Maha Pencipta, Yang Maha
Mengetahui tentang seluk beluk ciptaan-Nya. Dia turunkan ketetapan
syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur.
Diantara aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia adalah aturan
mengenai tata cara pergaulan antara pria dan wanita. Berikut rambu-rambu
yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar mereka terhindar dari
perbuatan zina yang tercela:
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga
pandangan matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan
kata lain hendaknya dihindarkan berpandangan mata secara bebas.
Perhatikanlah firman Allah berikut ini,
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka
menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih baik bagi mereka…katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman;
hendaklah mereka menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. 24:
30-31).
Awal dorongan syahwat adalah dengan melihat. Karena itu jagalah mata
agar terhindar dari tipu daya syaithan. Tentang hal ini Rasulullah
bersabda,
“Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu pandangan (kepada
wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena pandangan yang
pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya setiap muslim
menjaga auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami. Secara
khusus bagi wanita Allah SWT berfirman,
“…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung
ke dadanya…” (QS. 24: 31).
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada
istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu dan juga kepada istri-istri
orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh
tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (QS. 33: 59)
Dalam hal menjaga aurat, Nabi menegaskan sebuah tata krama yang harus diperhatikan, beliau bersabda:
“Tidak dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki
lain, begitu juga perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain.
Dan tidak boleh laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu
kain, begitu juga seorang perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama
perempuan dalam satu kain.” (HR. Muslim)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang
dapat mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya
berkhalwat (berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Nabi bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir,
maka janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai
mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan (HR.
Ahmad).
Keempat, menjauhi pembicaraan atau
cara berbicara yang bisa ‘membangkitkan selera’. Arahan mengenai hal
ini kita temukan dalam firman Allah,
“Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan
lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara
hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan
ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31)
Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan
dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan
lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir,
jilid 3)
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw,
“Sesungguhnya aku tidak berjabatan tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Dalam keterangan lain disebutkan, “Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk memberikan teladan kepada
umatnya agar melakukan tindakan preventif sebagai upaya penjagaan hati
dari bisikan syaithan. Wallahu a’lam.
Selain dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal ini, beliau bersabda: “Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah
saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur
laki-laki dan wanita di jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah kalian
(kaum wanita), bukan untuk kalian bagian tengah jalan; bagian kalian
adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud).
Selain itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita.” (HR. Abu Daud).
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang
harus menjaga batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah
hal-hal yang tidak diharapkan. Tapi nampaknya rambu-rambu pergaulan ini
belum sepenuhnya difahami oleh sebagian orang. Karena itu menjadi
tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik. Tentu saja ini harus
kita awali dari diri kita masing-masing.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan perbuatan yang tidak terpuji. Amin.
sumber:
Maraji:
Modul Paket Studi Islam Khairu Ummah, Drs. Ahmad Yani, LPPD Khairu Ummah: Jakarta Pusat
Etika Islam, Miftah Faridl, Pustaka: Bandung